RSS

Selasa, 11 September 2018

Nonton Cinta Terlarang

Hufh apaan acara tv nya.. 
Tapi memang benar perasaan seseorang tidak bisa dipaksakan, tidak bisa diatur pula apa maunya. Termasuk perasaan cinta yang bisa datang kapan saja. Dan ketika perasaan itu datang siapa yang bisa mencegahnya. Bagi seseorang yang mengalaminya, tidak lah mungkin dia merasa bersalah. Ketika seseorang merasakan cinta, apapun adanya tidak ada yang salah atasnya. Seorang teman yang mula biasa, kehadirannya akan menjadi suatu kebutuhan. Apa mungkin kita bisa menahan rasa itu? Sekarang mungkin bisa bilang tidak ada niat, karna belum sampai dititik itu. Apa harus sampai dititik itu agar kamu bisa menyadarinya? Bagaimana kalo benar adanya dan kamu tidak bisa lagi menyangkalnya nanti.... Nangudzubillah..
Kenapa tidak kamu mencoba percaya, mendengarkan aku sedikit saja...aku yang pernah mengalami. Kenapa harus menyangkaaaaal terus membuatku semakin kecewa seolah kamu memaksaku untukku percaya agar bisa kamu melanjutkan berhubungan dengannya lagi. Terserahlah...

Masalalu memang indah

Apa yang ada dalam benak seseorabg dengan kata masalalu, kisah tentunya. Yah..bicara tentang masalalu itu memang kadang membuat kita terbuai. Apalagi bertemu dengan teman masalalu terlebih orang yang pernah disukai, pasti akan lebih membuai. Meski kisah dulu tak begitu indah, pasti akan terasa indah jika dikemas dalam kenangan.
Awalnya mungkin biasa, obrolannyapun diBACA biasa saja, tapi PASTIlah ada rasa yang tidak biasa dalam hatinya. AWAL kita mungkin tidak ada NIAT untuk berhubungan lebih jauh, tapi siapa tau lama-lama akan timbul perasaan kangen ingin selalu menyapa, ingin tau kabarnya, ingin sll berbincang bersama. Dari situlah lalu timbul rasa-rasa yang menggoda. Siapa yang bisa menebak dan mencegah perasaan yang mungkin kan timbul. Sebuah perasaan tidak selalu tumbuh dari NIAT, tapi bisa juga tumbuh bersama mengalirnya obrolan. Seperti halnya rumput tanpa niat diatanampun bisa tumbuh.
Semakin kamu mengingkarinya, aku tau seberapa benar kenyataannya. Gampang sekali kamu membuat alasan, gampang sekali kamu memutuskan segampang itu kamu meminta maaf. Semua itu memang mudah dilakukan kepada meraka yang tak begitu berarti, seperti kita minta maaf dengan orang dijalan sana. Aku menyesal kenapa akhirnya aku memilih berbicara. Bukan diam dan cukup jadi penonton saja, pura2 tidak tau. Seharusnya aku tahu berbicarapun pasti aku yang kan jadi salah, benar saja carilah semua kejelekanku untuk pembelaan. Memang tak ada baiknya aku, hingga mudah mencari keburukanku... 
Lalu kenapa aku juga masih bertahan untuk disini yang tak memberi arti. Kamu memang perhatian, tapi sok perhatian kesana kesini gak pada aturannya..sok berlebih pada orang yang gak semestinya. Males ingatnya.. Semoga aku bisa bertahan walo jadi orang tak berguna. Bismillah

Minggu, 09 September 2018

Saat Hilang Kepercayaan

Aku bingung harus darimana q memulainya, dan apakah pantas? Sebenarnya bukan masalah pantas tidaknya, tapi lebih ke rasa malu jika ada yang tau. Rasa kecewa dan sakit hati mungkin bisa aku sembunyikan. Ingin rasanya aku bercerita pada sesiapa, tapi aku merasa maluku lebih besar daripada rasa kecewaku jika ada orang yang tau. 
Aku bukanlah aku yang jauh dari kata SEMPURNA, aku sadar. Aku hanyalah perempuan lemah yang berusaha untuk tampak kuat. Aku tak ingin orang tau akan kesusahanku, tak ingin ku membagikan cerita sedihku pada yang lain. Aku ingin semua orang tau aku selalu baik-baik saja, aku bahagia. 
Bagaimana caranya aku mengembalikan rasa percayaku padanya lagi. Sedangkan rasa kecewaku teramat besar. Mungkin baginya itu hal yang sepela, hingga mudah untuk bilang maaf atau bilang apalah. Tapi, aku adalah orang yang pernah merasakan jadi orang yang dicari oleh teman masalaluku. Yang awalnya gimana hingga akhirnya bagimana. Sekuat apapun kamu mengingkari rasa, semakin besar rasa nya untuk tidak bicara, itulah godaannya.
Aku yang masih tidak habis pikir kenapa harus kamu makan katamu sendiri. Kamu yang selalu mengingatkanku, tapi ternyata kamu sendiri hendak melakukannya. Dan bagimu ini adalah biasa, bagimu memang enteng karna kamu yang menjalaninya. Seperti halnya aku yang dinasehati tapi aku menganggap itu biasa. Tapi setidaknya aku tak pernah menasehatimu. Kalopun aku kasih tau pengalamankupun kamu seolah gak mau tau. Aku benci sangat benci dengan sikapmu yang suka menasehati, tapi nasehat itu gak untuk menasehati dirinya sendiri. Gak suka dengan orang yang enteng berbicara, sok tau.
Kamu selalu menganggap masalah yang kau buat hanyalah sepele, tanpa kamu mau tau seberapa besar kamu melukai perasaanku. Sedangkan apa yang salah dariku, bahkan yang gak sengaja karna memang sudah menjadi watakku kamu selalu membesar2kan, selalu jadi balasan jika kamu sedang disalahkan.
Sampai kapan aku akan bertahan. Sedangkan aku merasa hanyalah jadi PNnya. Ucapanku, pikiranku tak pernah diprioritaskan. Dia berjalan dengan pemikirannya sendiri, juga keluarganya.. Apalah aku yang cuma memilih diam karna aku tau percuma sj..kalo toh ucapanku akan berlalu begitu saja. Kata yang nyantel dipikirannya hanyalah kata kekesalanku, kemarahnku dan itu yang selalu dijadikan alasan jika ingin membela dirinya.
Entah sampe kapan aku mengakhiri sikap acuhku ini, semakin aku paksakan bicara semakin besar pula rasa kecewaku.
Jika saja aku punya nyali, aku ingin kabur sejenak mengubur rasa ini dalam2, hingga ku kembali rasa ini sudah hilang. Mungkin itu bisa terjadi jika aku sudah tidak waras. Tp aku harus sadar, Biarkan saja aku tak berarti untuknya, yang bermanfaat saat dibutuhkan saja. Kalo begitu aku harus bisa bermanfaat untuk orang lain, paling tidak untuk anaku sendiri, satu2nya orang yang mampu mengubur kecewaku. Teman paling setia, tak ingin pergi meski aku mengusir, minta dipeluk cium walo aku memarahinya, dan ikut menangis walau dalam tidurnya. Aku tau kamulah yang paling tau apa yang aku rasakan, dan maaf aku ibu yang emosi. 
Entah sampe kapan emosi ku ini akan mereda. Entah kapan kepercayaanku padanya kan kembali...

Sabtu, 08 September 2018

Dalam Diamku

Diamku bukanlah suatu yang tak beralasan. Aku diam untuk memendam kekecewaan, untuk menutupi sakit nya perasaanku. Sungguh rasa emosi tidak mampu tertahan, dan sudah pasti akan jadi perdebatan jika kusampaikan. 
Namun semakin lama kudiam aku merasa emosiku menjadi tak tepat sasaran. Apa aku mampu berdiam hingga ku bisa menyaksikan apa yang akan dia lakukan selanjutnya? Tapi aku tak bisa sekuat itu.. Kecil sungguh kecil hatiku ini. Namun jika kupaksa bicara pasti juga tak kan kudapati kebenarannya, pasti dengan mudah baginya tuk menyangkalnya. 
PERCUMA dan SIA2