Aku bukanlah aku yang jauh dari kata SEMPURNA, aku sadar. Aku hanyalah perempuan lemah yang berusaha untuk tampak kuat. Aku tak ingin orang tau akan kesusahanku, tak ingin ku membagikan cerita sedihku pada yang lain. Aku ingin semua orang tau aku selalu baik-baik saja, aku bahagia.
Bagaimana caranya aku mengembalikan rasa percayaku padanya lagi. Sedangkan rasa kecewaku teramat besar. Mungkin baginya itu hal yang sepela, hingga mudah untuk bilang maaf atau bilang apalah. Tapi, aku adalah orang yang pernah merasakan jadi orang yang dicari oleh teman masalaluku. Yang awalnya gimana hingga akhirnya bagimana. Sekuat apapun kamu mengingkari rasa, semakin besar rasa nya untuk tidak bicara, itulah godaannya.
Aku yang masih tidak habis pikir kenapa harus kamu makan katamu sendiri. Kamu yang selalu mengingatkanku, tapi ternyata kamu sendiri hendak melakukannya. Dan bagimu ini adalah biasa, bagimu memang enteng karna kamu yang menjalaninya. Seperti halnya aku yang dinasehati tapi aku menganggap itu biasa. Tapi setidaknya aku tak pernah menasehatimu. Kalopun aku kasih tau pengalamankupun kamu seolah gak mau tau. Aku benci sangat benci dengan sikapmu yang suka menasehati, tapi nasehat itu gak untuk menasehati dirinya sendiri. Gak suka dengan orang yang enteng berbicara, sok tau.
Kamu selalu menganggap masalah yang kau buat hanyalah sepele, tanpa kamu mau tau seberapa besar kamu melukai perasaanku. Sedangkan apa yang salah dariku, bahkan yang gak sengaja karna memang sudah menjadi watakku kamu selalu membesar2kan, selalu jadi balasan jika kamu sedang disalahkan.
Sampai kapan aku akan bertahan. Sedangkan aku merasa hanyalah jadi PNnya. Ucapanku, pikiranku tak pernah diprioritaskan. Dia berjalan dengan pemikirannya sendiri, juga keluarganya.. Apalah aku yang cuma memilih diam karna aku tau percuma sj..kalo toh ucapanku akan berlalu begitu saja. Kata yang nyantel dipikirannya hanyalah kata kekesalanku, kemarahnku dan itu yang selalu dijadikan alasan jika ingin membela dirinya.
Entah sampe kapan aku mengakhiri sikap acuhku ini, semakin aku paksakan bicara semakin besar pula rasa kecewaku.
Jika saja aku punya nyali, aku ingin kabur sejenak mengubur rasa ini dalam2, hingga ku kembali rasa ini sudah hilang. Mungkin itu bisa terjadi jika aku sudah tidak waras. Tp aku harus sadar, Biarkan saja aku tak berarti untuknya, yang bermanfaat saat dibutuhkan saja. Kalo begitu aku harus bisa bermanfaat untuk orang lain, paling tidak untuk anaku sendiri, satu2nya orang yang mampu mengubur kecewaku. Teman paling setia, tak ingin pergi meski aku mengusir, minta dipeluk cium walo aku memarahinya, dan ikut menangis walau dalam tidurnya. Aku tau kamulah yang paling tau apa yang aku rasakan, dan maaf aku ibu yang emosi.
Entah sampe kapan emosi ku ini akan mereda. Entah kapan kepercayaanku padanya kan kembali...
0 komentar:
Posting Komentar